Rabu, 13 November 2013

Tulisan 6: Pelemahan Nilai Tukar Rupiah berturut-turut, Apakah Kita Sudah Krisis?

Iif Hudzifah / 28211169 / 3EB04

Pelemahan Nilai Tukar Rupiah berturut-turut, Apakah Kita Sudah Krisis?

Walau Presiden SBY, Wakil Presiden Boediono, dan Menteri Keuangan Chatib Basri sepertinya cuek dan pede-pede saja terkait pelemahan nilai tukar rupiah, saya sebagai rakyat biasa merasa gusar. Mulai ada pertanyaan kalau kalau ini merupakan pertanda sebuah krisis ekonomi seperti 1997? Presiden dan pembantunya di bidang ekuin bisa saja berdalih bahwa ekonomi baik-baik saja, ini hanya sebagai sebuah konsekuensi logis penguatan ekonomi Amerika. 
Saya akui, saya mungkin tidak sepaham Chatib Basri yang konon katanya maestro ekonomi asal FEUI. Namun, bukanlah masalah sepertinya untuk protes kepada Chatib Basri dan bos-bosnya yang tidak otentik dalam memberikan reaksi terhadap sebuah permasalahan. Bertele-telenya sikap sok cuek Chatib dan SBY (yang dengan santainya bilang: “Emangnya Kenapa kalau rupiah melemah?“) justru itu yang membunuh kepercayaan diri rakyat. Bebal dan percaya diri itu beda jauh, bung! Jumat lalu, SBY baru bicara tentang penanganan, mungkin sudah telat.

Pemerintah mungkin bisa santaiii seperti kata bang Rhoma Irama. Hanya saja kenyataan dan angka-angka tidak bisa santai. Kalau dari sisi kurs saja, keliatan banget pelemahan nilai tukar rupiah sudah ga nyantai. Bayangin menteri jenis apa yang di media justru seperti bebal dan acuh melihat keseimbangan rupiah seperti di bawah? Chatib Basri sepertinya tidak sadar bahwa di saat rupiah bergejolak seperti di bawah imbasnya fatal terhadap dunia usaha kita yang masih sangat tergantung dengan bahan baku impor.
Kemudian apakah penurunan signifikan SEKALI pada index saham IHSG kita bukan sesuatu yang nyata dan urgent? IHSG dalam 3 bulan terakhir sudah turun lebih dari 20%. Mungkin beberapa bilang bahwa IHSG turun akibat koreksi natural karena sempat menyentuh rekor tertingginya. Ya, mungkin ada faktor tersebut. Tapi apakah koreksi sampai 20% lebih? Koreksi 20% lebih, bisa jadi lebih karena panik pelaku bursa dan investor yang memindahkan dananya ke market yang lebih stabil. Lebih penting lagi, pelemahan >20% merupakan cerminan turunnya performance fundamental perusahaan-perusahaan kita yang pastinya tergerus akibatpelemahan nilai tukar rupiah.

Percaya deh: Pasar Sudah Panik Tidak seperti tiga serangkai otak ekonomi kita: SBY, Boediono, dan Chatib Basri yang sok cool tapi palsu. Market kita tampak panik. Penurunan IHSG menunjukkan hal itu. Namun hal yang menguatkan adalah kinerja harga emas yang sudah balik mengkilap:
Kenaikan harga emas biasanya indikasi dari ekonomi panik di mana orang cari aman lewat membeli emas sehingga harganya naik. Ya lebih aman, dibandingkan uangnya menganggur di bank atau di dompet yang nilainya akan tergerus habis.
Oleh karena itu sebaiknya kita juga bersiap secara individu. Kalau memang ada sedikit uang, lebih baik di convert ke dalam dollar maupun emas. Ini merupakan cara terbaik mengamankan aset. Nasionaliskah membeli dollar untuk mengamankan diri sendiri? Tanya pada negara dan pemerintah, apakah mereka peduli dengan asetmu?

Tanggal Kutip : 3 November 2013

Analisis :
Pelemahan nilai rupiah tidak hanya terjadi sekali saja namun berkali-kali, ini menjadi masalah klasik yang tidak pernah ada titik penyelesaiannya. Penurunan nilai rupiah sangat berpengaruh terhadap pendapatan perkapita. Akibat dari pelemahan nilai rupiah adalah turunnya performance fundamental perusahaan-perusahaan dalam negeri. Masalah ini tidak dapat diselesaikan oleh satu pihak saja, kita jangan lepas tangan tetapi kita bersama-sama mencari solusi terbaik sehingga sama-sama menguntungkan dan merasakan kesejahteraan.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar