Penggunaan
Bahasa Indonesia Secara Baik dan Benar
Bahasa yang Baik
Bahasa Indonesia yang baik
adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang
berlaku. Misalnya, dalam situasi santai dan akrab, seperti di warung kopi, di pasar,
di tempat arisan, dan di lapangan sepak bola hendaklah digunakan bahasa
Indonesia yang santai dan akrab yang tidak terlalu terikat oleh patokan. Dalam
situasi resmi dan formal, seperti dalam kuliah, dalam seminar, dalam sidang
DPR, dan dalam pidato kenegaraan hendaklah digunakan bahasa Indonesia yang
resmi dan formal, yang selalu memperhatikan norma bahasa.
Ada lima laras
bahasa yang dapat digunakan sesuai situasi. Berturut-turut sesuai derajat
keformalannya, ragam tersebut dibagi sebagai berikut.
1. Ragam beku (frozen);
digunakan pada situasi hikmat dan sangat sedikit memungkinkan keleluasaan
seperti pada kitab suci, putusan pengadilan, dan upacara pernikahan.
2. Ragam resmi (formal);
digunakan dalam komunikasi resmi seperti pada pidato, rapat resmi, dan jurnal
ilmiah.
3. Ragam konsultatif (consultative);
digunakan dalam pembicaraan yang terpusat pada transaksi atau pertukaran
informasi seperti dalam percakapan di sekolah dan di pasar.
4. Ragam santai (casual);
digunakan dalam suasana tidak resmi dan dapat digunakan oleh orang yang belum
tentu saling kenal dengan akrab.
5. Ragam akrab (intimate).
digunakan di antara orang yang memiliki hubungan yang sangat akrab dan intim.
Bahasa
yang Benar
Bahasa Indonesia yang benar
adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan aturan atau kaidah bahas
Indoneia yang berlaku. Kaidah bahasa Indonesia itu meliputi kaidah ejaan,
kaidah pembentukan kata, kaidah penyusunan kalimat, kaidah penyusunan paragraf,
dan kaidah penataan penalaran. Jika kaidah ejaan digunakan dengan cermat,
kaidah pembentukan kata ditaati dengan konsisten, pemakaian bahasa Indonesia
dikatakan benar. Sebaliknya, jika kaidah-kaidah bahasa itu kurang ditaati,
pemakaian bahasa tersebut dianggap tidak benar/tidak baku.
Oleh karena itu, kaidah yang
mengatur pemakaian bahasa itu meliputi kaidah pembentukan kata, pemilihan kata,
penyusunan kalimat, pembentukan paragraf, penataan penalran, serta penerapan
ejaan yang disempurnakan.Kaidah-kaidah itu diungkapkan lebih lanjut pada bagian
lain, dengan dilengkapi contoh yang salah dan contoh yang benar.
Ciri-ciri ragam
bahasa baku adalah sebagai berikut.
1. Penggunaan
kaidah tata bahasa normatif. Misalnya dengan penerapan pola kalimat yang
baku: acara itu sedang kami ikuti dan bukan acara itu
kami sedang ikuti.
2. Penggunaan kata-kata baku. Misalnya cantik
sekali dan bukan cantik banget; uang dan
bukan duit; serta tidak mudah dan bukan nggak
gampang.
3. Penggunaan ejaan
resmi dalam ragam tulis. Ejaan yang kini berlaku dalam bahasa Indonesia
adalah ejaan yang disempurnakan (EYD). Bahasa baku harus mengikuti
aturan ini.
4. Penggunaan lafal
baku dalam ragam lisan. Meskipun hingga saat ini belum ada lafal baku yang
sudah ditetapkan, secara umum dapat dikatakan bahwa lafal baku adalah lafal
yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau bahasa daerah. Misalnya:
/atap/ dan bukan /atep/; /habis/ dan bukan /abis/; serta /kalaw/ dan bukan
/kalo/.
5. Penggunaan kalimat
secara efektif. Di luar pendapat umum yang mengatakan bahwa bahasa Indonesia
itu bertele-tele, bahasa baku sebenarnya mengharuskan komunikasi efektif: pesan
pembicara atau penulis harus diterima oleh pendengar atau pembaca persis sesuai
maksud aslinya.
Bahasa yang Baik dan Benar
Bahasa Indonesia yang baik dan
benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesusai dengan norma
kemasyarakatan yan berlaku dan sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia.
Jika bahasa diibaratkan
pakaian, kita akan menggunakan pakaian renang pada saat akan berenang di kolam
renang sambil membimbing anak-anak belajar berenang. Akan tetapi, tentu kita
akan mengenakan pakaian yang disetrika rapi, sepatu yang mengkilat, dan seorang
laki-laki mungkin akan menambahkan dasi yang bagus pada saat ia menghadiri
suatu pertemuan resmi, pada saat menghadiri pesta perkawinan rekan sejawat,
atau pada saat menghadiri sidang DPR.
Akan sangat ganjil bukan, jika
pakaian yang disetrika, sepatu mengkilap, dasi, dan sebagainya itu
digunakan untuk berenang. Demikian juga kita akan dinilai sebagai orang yang
kurang adab jika menghadiri acara dengar pendapat di DPR dengan pakaian renang
karena di sana ada ketentuan yang sudah disepakati bahwa siapa pun yang akan
menghadiri acara resmi di DPR harus berpakaian rapi. Barangkali kita
masih ingat kasus seorang pengusaha sukses, yang oleh petugas protokol ditolak
menghadiri acara dengar pendapat di DPR karena pengusaha yang
"nyentrik" itu tidak menggunakan pakian rapi.
Contoh penggunaan Bahasa Indonesia secara
baik dan benar :
Suami: "Bu, bolehkan Bapak bertanya, apakah Ibu
sudah menyiapakan hidangan untuk makan siang hari ini?"
Istri : "Ya tentu saja. Saya sudah masak nasi lengkap
dengan sayur kesenangan Bapak, dan sekarang silakan Bapak menikmati hidangan
itu.Silakan Bapak menikmati hidangan yang sudah disiapkan".
Suami: "Mari Bapak cicipi makanan ini. Oh, menurut hemat Bapak, seandainya
Ibu menambahkan sedikit garam ke dalam sayur ini, pasti sayur tersebut akan
lebih lezat."
Istri : "Mudah-mudahan pada kesempaan lain Ibu dapat membuat
sayur yang lebih enak sesuai dengan saran Bapak."
Sebaliknya, bagaimana pendapat
Anda jika seorang mahasiswa (pembicara) bertanya kepada seorang dosen
(pendengar) tentang materi kuliah yang diberikan dosen (objek), pada saat
kuliah (waktu), di kampus (tempat), dalam situasi belajar-mengajar (resmi)
sebagai berikiut: "Maaf Mas,gue kepengen usul, coba jelasin dulu dong garis besar kuliah kita, apa dah sesuai kurikulum universitas
kita?"
Kedua contoh rekaan itu dapat
dikatakan tidak tepat. Contoh pertama sangat menggelikan karena pada situasi
santai digunakan bahasa yang resmi sehingga terasa kaku; kasus kedua juga
sangat tidak tepat karena pada situasi formal digunkan kata-kata dialek dan
struktur yang tidak baku (ditetak miring) sehingga mirip percakapan di warung
kopi. Kedua contoh itu tidak baik dan tidak benar karena bahasa yang digunakan
tidak seuai dengan situasi pemakaian, lagi pula tidak sesuai dengan kaidah
bahasa.
Begitu pula dengan pemakaian
lafal daerah, seperti lafal bahasa Jawa, Sunda, Bali, Batak, dan Banjar dalam
bahasa Indonesia pada situasi resmi dan formal sebaiknya dikurangi.
Kata memuaskan diucapkan (memuasken); pendidikan yang dilafalkan (pendidi'an)
bukan lafal bahasa Indonesia.Kata kakak yang dilafalkan (kakak?); kata mie dilafalkan (me) tidak cocok
dengan lafal bahasa Indonesia.
Fungsi
Bahasa Sebagai Alat Komunikasi
Bahasa sebagai
sarana komunikasi mempunyai fungsi utama bahwa komunikasi ialah penyampaian
pesan atau makna oleh seseorang kepada orang lain. Keterikatan dan keterkaitan
bahasa dengan manusia menyebabkan bahasa tidak tetap dan selalu berubah seiring
perubahan kegaiatan manusia dalam kehidupannya di masyarakat.Perubahan bahasa
dapat terjadi bukan hanya berupa pengembangan dan perluasan, melainkan berupa
kemunduran sejalan dengan perubahan yang dialami masyarakat. Terutama pada
penggunaan Fungsi komunikasi pada bahasa asing Sebagai contoh masyarakat
Indonesia lebih sering menempel ungkapan “No Smoking” daripada “Dilarang
Merokok”, “Stop” untuk “berhenti”, “Exit” untuk “keluar”, “Open House” untuk
penerimaan tamu di rumah pada saat lebaran. Jadi bahasa sebagai alat komunikasi
tidak hanya dengan satu bahasa melainkan banyak bahasa.
Menurut Felicia (2001 : 1), dalam berkomunikasi sehari-hari,
salah satu alat yang paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan
maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya kita kepada bahasa, terutama bahasa
Indonesia, sehingga tidak dirasa perlu untuk mendalami dan mempelajari
bahasaIndonesia secara lebih jauh. Akibatnya, sebagai pemakai bahasa, orang
Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa.Suatu kelemahan yang tidak
disadari.
Fungsi bahasa
sebagai alat komunikasi.
·
bahasa merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri.
·
Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak
diterima atau dipahami.
· Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi, memiliki tujuan
tertentu yaitu agar kita dipahami oleh orang lain. Jadi dalam hal ini respons
pendengar atau lawan komunikan yang menjadi perhatian utama kita.
Contohnya :
Alat-alat itu digunakan untuk berkomunikasi misalnya gerak badaniah, alat
bunyi-bunyian, kentongan, lukisan, gambar, dsb).
Contohnya :
- bunyi tong-tong memberi tanda bahaya
- adanya asap menunjukkan bahaya kebakaran
- alarm untuk tanda segera berkumpul
- bedug untuk tanda segera melakukan sholat
- telepon genggam untuk memanggil orang pada jarak jauh
- simbol – tanda stop untuk pengguna jalan, simbol laki-laki dan perempuan bagi
pengguna toilet.
- gambar peta yang menunjukkan jalan
- suasana gemuruh kentongan dipukul tanda ketika ada bahaya
- adanya asap tampak dari kejauhan pertanda kebakaran
- bunyi alarm (suasana tanda bahaya gempa bumi/bencana alam) dsb.
kesimpulan : Bahasa
sebagai alat ekspresi diri dan sebagai alat komunikasi sekaligus pula merupakan
alat untuk menunjukkan identitas diri. Melalui bahasa, kita dapat menunjukkan
sudut pandang kita, pemahaman kita atas suatu hal, asal usul bangsa dan negara
kita, pendidikan kita, bahkan sifat kita.Bahasa menjadi cermin diri kita, baik
sebagai bangsa maupun sebagai diri sendiri.
Sumber :
wikipedia.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar