Senin, 04 November 2013

Tugas 1: Penggunaan Bahasa Indonesia Secara Baik dan Benar

Penggunaan Bahasa Indonesia Secara Baik dan Benar
Bahasa yang Baik
Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku. Misalnya, dalam situasi santai dan akrab, seperti di warung kopi, di pasar, di tempat arisan, dan di lapangan sepak bola hendaklah digunakan bahasa Indonesia yang santai dan akrab yang tidak terlalu terikat oleh patokan. Dalam situasi resmi dan formal, seperti dalam kuliah, dalam seminar, dalam sidang DPR, dan dalam pidato kenegaraan hendaklah digunakan bahasa Indonesia yang resmi dan formal, yang selalu memperhatikan norma bahasa.
Ada lima laras bahasa yang dapat digunakan sesuai situasi. Berturut-turut sesuai derajat keformalannya, ragam tersebut dibagi sebagai berikut.
1.     Ragam beku (frozen); digunakan pada situasi hikmat dan sangat sedikit memungkinkan keleluasaan seperti pada kitab suci, putusan pengadilan, dan upacara pernikahan.
2.    Ragam resmi (formal); digunakan dalam komunikasi resmi seperti pada pidato, rapat resmi, dan jurnal ilmiah.
3.    Ragam konsultatif (consultative); digunakan dalam pembicaraan yang terpusat pada transaksi atau pertukaran informasi seperti dalam percakapan di sekolah dan di pasar.
4.    Ragam santai (casual); digunakan dalam suasana tidak resmi dan dapat digunakan oleh orang yang belum tentu saling kenal dengan akrab.
5.    Ragam akrab (intimate). digunakan di antara orang yang memiliki hubungan yang sangat akrab dan intim.
 Bahasa yang Benar
Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan aturan atau kaidah bahas Indoneia yang berlaku. Kaidah bahasa Indonesia itu meliputi kaidah ejaan, kaidah pembentukan kata, kaidah penyusunan kalimat, kaidah penyusunan paragraf, dan kaidah penataan penalaran. Jika kaidah ejaan digunakan dengan cermat, kaidah pembentukan kata ditaati dengan konsisten, pemakaian bahasa Indonesia dikatakan benar. Sebaliknya, jika kaidah-kaidah bahasa itu kurang ditaati, pemakaian bahasa tersebut dianggap tidak benar/tidak baku.
Oleh karena itu, kaidah yang mengatur pemakaian bahasa itu meliputi kaidah pembentukan kata, pemilihan kata, penyusunan kalimat, pembentukan paragraf, penataan penalran, serta penerapan ejaan yang disempurnakan.Kaidah-kaidah itu diungkapkan lebih lanjut pada bagian lain, dengan dilengkapi contoh yang salah dan contoh yang benar.
Ciri-ciri ragam bahasa baku adalah sebagai berikut.
1.     Penggunaan kaidah tata bahasa normatif. Misalnya dengan penerapan pola kalimat yang baku: acara itu sedang kami ikuti dan bukan acara itu kami sedang ikuti.
2.    Penggunaan kata-kata baku. Misalnya cantik sekali dan bukan cantik bangetuang dan bukan duit; serta tidak mudah dan bukan nggak gampang.
3.    Penggunaan ejaan resmi dalam ragam tulis. Ejaan yang kini berlaku dalam bahasa Indonesia adalah ejaan yang disempurnakan (EYD). Bahasa baku harus mengikuti aturan ini.
4.    Penggunaan lafal baku dalam ragam lisan. Meskipun hingga saat ini belum ada lafal baku yang sudah ditetapkan, secara umum dapat dikatakan bahwa lafal baku adalah lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau bahasa daerah. Misalnya: /atap/ dan bukan /atep/; /habis/ dan bukan /abis/; serta /kalaw/ dan bukan /kalo/.
5.    Penggunaan kalimat secara efektif. Di luar pendapat umum yang mengatakan bahwa bahasa Indonesia itu bertele-tele, bahasa baku sebenarnya mengharuskan komunikasi efektif: pesan pembicara atau penulis harus diterima oleh pendengar atau pembaca persis sesuai maksud aslinya.
 Bahasa yang Baik dan Benar
Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesusai dengan norma kemasyarakatan yan berlaku dan sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia.
Jika bahasa diibaratkan pakaian, kita akan menggunakan pakaian renang pada saat akan berenang di kolam renang sambil membimbing anak-anak belajar berenang. Akan tetapi, tentu kita akan mengenakan pakaian yang disetrika rapi, sepatu yang mengkilat, dan seorang laki-laki mungkin akan menambahkan dasi yang bagus pada saat ia menghadiri suatu pertemuan resmi, pada saat menghadiri pesta perkawinan rekan sejawat, atau pada saat menghadiri sidang DPR.
Akan sangat ganjil bukan, jika pakaian yang disetrika, sepatu mengkilap, dasi,  dan sebagainya itu digunakan untuk berenang. Demikian juga kita akan dinilai sebagai orang yang kurang adab jika menghadiri acara dengar pendapat di DPR dengan pakaian renang karena di sana ada ketentuan yang sudah disepakati bahwa siapa pun yang akan menghadiri acara resmi di DPR harus berpakaian rapi.  Barangkali kita masih ingat kasus seorang pengusaha sukses, yang oleh petugas protokol ditolak menghadiri acara  dengar pendapat di DPR karena  pengusaha  yang "nyentrik"  itu tidak menggunakan  pakian rapi.
Contoh penggunaan Bahasa Indonesia secara baik dan benar :
Suami: "Bu, bolehkan Bapak bertanya, apakah Ibu sudah   menyiapakan hidangan untuk makan siang hari ini?"
Istri    : "Ya tentu saja. Saya sudah masak nasi lengkap dengan sayur kesenangan Bapak, dan sekarang silakan Bapak menikmati hidangan itu.Silakan Bapak menikmati hidangan yang sudah disiapkan".
Suami: "Mari Bapak cicipi makanan ini. Oh, menurut hemat Bapak, seandainya Ibu menambahkan sedikit garam ke dalam sayur ini, pasti sayur tersebut akan lebih lezat."
Istri   : "Mudah-mudahan pada kesempaan lain Ibu dapat membuat sayur yang lebih enak sesuai dengan saran Bapak."

Sebaliknya, bagaimana pendapat Anda jika seorang mahasiswa (pembicara) bertanya kepada seorang dosen (pendengar) tentang materi kuliah yang diberikan dosen (objek), pada saat kuliah (waktu), di kampus (tempat), dalam situasi belajar-mengajar (resmi) sebagai berikiut: "Maaf Mas,gue kepengen usul, coba jelasin dulu dong garis besar kuliah kita, apa dah sesuai kurikulum universitas kita?"
Kedua contoh rekaan itu dapat dikatakan tidak tepat. Contoh pertama sangat menggelikan karena pada situasi santai digunakan bahasa yang resmi sehingga terasa kaku; kasus kedua juga sangat tidak tepat karena pada situasi formal digunkan kata-kata dialek dan struktur yang tidak baku (ditetak miring) sehingga mirip percakapan di warung kopi. Kedua contoh itu tidak baik dan tidak benar karena bahasa yang digunakan tidak seuai dengan situasi pemakaian, lagi pula tidak sesuai dengan kaidah bahasa.
Begitu pula dengan pemakaian lafal daerah, seperti lafal bahasa Jawa, Sunda, Bali, Batak, dan Banjar dalam bahasa Indonesia pada situasi resmi dan formal sebaiknya dikurangi.
Kata memuaskan diucapkan (memuasken); pendidikan yang dilafalkan (pendidi'an) bukan lafal bahasa Indonesia.Kata kakak yang dilafalkan (kakak?); kata mie dilafalkan (me) tidak cocok dengan lafal bahasa Indonesia.
Fungsi Bahasa Sebagai Alat Komunikasi
Bahasa sebagai sarana komunikasi mempunyai fungsi utama bahwa komunikasi ialah penyampaian pesan atau makna oleh seseorang kepada orang lain. Keterikatan dan keterkaitan bahasa dengan manusia menyebabkan bahasa tidak tetap dan selalu berubah seiring perubahan kegaiatan manusia dalam kehidupannya di masyarakat.Perubahan bahasa dapat terjadi bukan hanya berupa pengembangan dan perluasan, melainkan berupa kemunduran sejalan dengan perubahan yang dialami masyarakat. Terutama pada penggunaan Fungsi komunikasi pada bahasa asing Sebagai contoh masyarakat Indonesia lebih sering menempel ungkapan “No Smoking” daripada “Dilarang Merokok”, “Stop” untuk “berhenti”, “Exit” untuk “keluar”, “Open House” untuk penerimaan tamu di rumah pada saat lebaran. Jadi bahasa sebagai alat komunikasi tidak hanya dengan satu bahasa melainkan banyak bahasa.

Menurut Felicia (2001 : 1), dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya kita kepada bahasa, terutama bahasa Indonesia, sehingga tidak dirasa perlu untuk mendalami dan mempelajari bahasaIndonesia secara lebih jauh. Akibatnya, sebagai pemakai bahasa, orang Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa.Suatu kelemahan yang tidak disadari.
Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi.
·         bahasa merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri.
·         Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami.
·       Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi, memiliki tujuan tertentu yaitu agar kita dipahami oleh orang lain. Jadi dalam hal ini respons pendengar atau lawan komunikan yang menjadi perhatian utama kita.
Contohnya :
Alat-alat itu digunakan untuk berkomunikasi misalnya gerak badaniah, alat bunyi-bunyian, kentongan, lukisan, gambar, dsb).
Contohnya :
- bunyi tong-tong memberi tanda bahaya
- adanya asap menunjukkan bahaya kebakaran
- alarm untuk tanda segera berkumpul
- bedug untuk tanda segera melakukan sholat
- telepon genggam untuk memanggil orang pada jarak jauh
- simbol – tanda stop untuk pengguna jalan, simbol laki-laki dan perempuan bagi pengguna toilet.
- gambar peta yang menunjukkan jalan
- suasana gemuruh kentongan dipukul tanda ketika ada bahaya
- adanya asap tampak dari kejauhan pertanda kebakaran
- bunyi alarm (suasana tanda bahaya gempa bumi/bencana alam) dsb.

kesimpulan : Bahasa sebagai alat ekspresi diri dan sebagai alat komunikasi sekaligus pula merupakan alat untuk menunjukkan identitas diri. Melalui bahasa, kita dapat menunjukkan sudut pandang kita, pemahaman kita atas suatu hal, asal usul bangsa dan negara kita, pendidikan kita, bahkan sifat kita.Bahasa menjadi cermin diri kita, baik sebagai bangsa maupun sebagai diri sendiri.

Sumber :
wikipedia.org


Tidak ada komentar:

Posting Komentar